Caught Up

©titayuu

Aku suka menggambarnya.

Dia memiliki proporsi wajah yang unik dan mudah teridentifikasi oleh gerakan tanganku. Maksudku, setiap kali aku menggambarnya, tanganku seolah telah hafal bentuk wajahnya. Matanya yang kecil tersembunyi di balik kacamata bulat. Hidungnya cukup besar untuk menyanggah kacamata itu. Bibirnya tebal dan kecil. Kurasa itu semua yang membuatku betah untuk menggoreskan pensil di atas kertas.

Awalnya kupikir dia laki-laki extrovert yang senang berada di keramaian. Beberapa kali kulihat dia menghabiskan waktu dengan banyak orang. Kupikir dia laki-laki super percaya diri yang mengakui betapa kerennya dia. Namun setelah cukup mengenalnya, sepertinya aku salah. Aku bahkan tidak percaya kalau dia cukup pemalu. Terlebih ketika seseorang memujinya.

“Itu aku?”

Mataku membulat. Aku menghadap ke atas dan melihatnya membungkuk ke arah buku sketsaku. Dia mengamati gambar yang telah kubuat; refleks kututup buku sketsa itu. Aku belum pernah tertangkap basah seperti ini. Memalukan.

“Aku mau lihat lagi,” katanya, menarik buku sketsaku. Kami sempat beradu tarik-menarik hingga aku mengalah dan mencoba menyembunyikan rasa maluku saat dia membuka lembar demi lembar. Dia menggumamkan sesuatu yang tidak dapat kudengar.

Selama ini aku selalu mencoba menggambarnya secara diam-diam. Aku tidak pernah secara jelas menggambarnya dan mengeluarkan buku sketsaku saat dia mendekat. Wajahku semakin panas ketika dia tersenyum menatap gambarku. Aku sudah siap mendengar apa pun yang akan ia katakan. Aku siap kalau dia menghindariku setelah ini.

“Wah, aku suka,” komentarnya. Dia menengok ke arahku. “Ternyata kamu berbakat dalam hal ini.”

Aku tersenyum kaku sambil menggaruk leher bagian belakang. “Hanya kebetulan. Maksudku, tidak semua sketsaku berhasil. Kebanyakan dari itu adalah sampah. Mungkin tergantung pada objeknya.”

Sungguh, aku menyesali kalimat terakhirku karena dia tertawa setelah itu.

“Benar,” dia mengangguk cepat. Matanya menghilang dari balik kacamata ketika senyumnya melebar. “berarti itu karena aku?”

Kami berdua terdiam. Aku mencoba mengontrol detak jantung yang berdegup kencang. Sebisa mungkin aku ingin terlihat tidak tersipu, namun kuyakin wajahku sudah semerah tomat matang. Kalau bisa, saat itu juga aku ingin mengambil semua barang-barangku dan pergi dari tempat sampai tiba waktu di mana aku siap bertemu dengannya lagi. Tentu saja bukan besok atau lusa. Setidaknya butuh seminggu untuk bisa mengontrol semua yang baru saja terjadi padaku.

“Apa ini?”

Sebuah suara perempuan muncul dari balik punggungnya. Seketika perasaan lega terbit dari dalam diriku. Aku bisa kembali bernapas, dan degup jantungku kembali normal. Park Jaein; penyelamatku akhirnya datang.

“Sama sekali tidak mirip denganmu,” Jaein mengerucutkan bibir sambil mengamati sketsaku. Dia menengok kepadaku. “Gambar ini terlalu berlebihan. Park Jaehyung tidak sekeren ini.”

“A—aku—“

“Hei, mungkin sudah saatnya kau pakai kacamata,” Jaehyung merebut buku sketsa itu lagi dari tangan Jaein. “mungkin kau iri karena tidak bisa sekeren aku. Tapi lihat, ini sempurna.”

Mereka saling berdebat di hadapanku. Aku masih duduk di balik meja sambil tersenyum. Sekejap saja, kejadian sebelumnya seakan tidak pernah terjadi. Aku mungkin lebih menikmati peranku seperti ini. Menjadi seseorang yang senang mengamatinya tanpa perlu sibuk mengatur napas atau detak jantung.

Setelah Jaehyung memutuskan pergi dari ruangan, Jaein menaruh buku sketsaku sambil mendekat. “Jadi, kau suka pada kakakku, ya?”

 

a/n: it’s been long time! Iya, aku tahu ini permulaan yang agak kacau dan ancur. Ide mendadak, dan eksekusi yang cepat. Jujur, sebagai pemanasan, akhirnya aku bisa menyalurkan rasa kangenku pada Park Siblings. Ohya, apa kabar kalian?

Can’t Make Her Stay

a FanFiction by titayuu

©Photo by Zi Nguyen

..

Lockwood melihat pantulan dirinya di kaca pintu depan sebuah kafe. Mata gelapnya menelusuri rambut yang sedikit berantakan karena angin. Jasnya tidak terlihat sempurna seperti biasa, namun cukup untuk tidak mempermalukannya. Sebenarnya dia tidak perlu terlalu peduli dengan penampilannya. Hanya saja, dia tetap tidak ingin terlihat menyedihkan.

Bel di pintu berbunyi saat dia masuk. Lelaki jangkung itu menemukan seseorang yang ia cari sudah duduk di salah satu bangku dekat jendela. Sinar matahari siang sedikit membuat wajah orang itu bercahaya meski presensinya mengatakan sebaliknya. Rambut gadis itu berantakan, wajahnya tampak lelah, dan ada noda ektoplasma di beberapa bagian jumpernya. Baru beberapa minggu tidak bertemu, rasanya sudah banyak perubahan yang dia rasakan.

Lockwood memamerkan senyum khasnya saat duduk di hadapan gadis itu. Lucy mengangkat kepala dan mengalihkan fokus dari buku catatannya. Mereka diam sesaat.

“Hai,” ujar Lockwood. “Sepertinya banyak kasus yang sedang kau tangani.”

Lucy mengerjap beberapa kali. Dia tersentak sedikit sebelum merapikan rambutnya dengan tangan. Kemudian dia berdeham. “Yeah, ada beberapa. Menjadi agen lepas membuatku bisa memilih kasus dan rekan yang kuinginkan. Omong-omong, apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku hanya lewat, dan kebetulan aku melihatmu.”

Senyum miring menenangkan milik Lockwood terlihat lagi. Lucy mengalihkan pandangan, wajahnya sedikit merona. Kini suasana canggung datang lagi setiap mereka berada di momen semacam ini. Sama seperti masa lalu.

Beberapa minggu yang lalu Lucy memutuskan untuk meninggalkan Portland Row, meninggalkan Lockwood and Co. dan meninggalkannya. Alasannya karena Lucy tidak ingin mengacau lagi. Dia tidak ingin menjadi beban dan melukai teman-temannya. Namun Lockwood masih tidak paham dengan alasan itu. Pekerjaan mereka memang mempunyai risiko besar yang tidak bisa dihindari. Dan risiko tersebut bukan disebabkan oleh satu orang.

Lockwood tahu ketika Lucy pergi diam-diam di pagi hari saat kondisi rumah sudah sepi. Dia berdiri di belakang pintu kamarnya saat gadis itu menuruni tangga dengan membawa semua barang-barang. Dia ingin mencegah, tapi tidak punya alasan untuk membuatnya tetap tinggal.

“Lockwood,” ucap Lucy. Dia menutup catatannya. “Aku tidak akan kembali. Jika kau ke sini—”

“Aku tidak sedang memohon padamu,” balas Lockwood. “Aku selalu menghormati keputusan yang kau ambil. Tapi kalau masalah ini terkait kau dan Holly …”

“Bukan. Bukan karena dia.”

“Tentu. Kau sudah pernah bilang begitu,”

Dulu Lucy tidak menyukai asisten baru di agensi mereka. Beberapa kali Lockwood melihat rasa tidak suka Lucy yang diungkapkannya terhadap Holly. Terakhir kali, mereka sempat berada dalam bahaya saat bertengkar dan berhadapan dengan Poltergeist saat menangani kasus. Semua orang masih beranggapan kalau masalah itu menjadi penyebab kepergian Lucy.

Lucy mulai merapikan peralatannya dan memasukan ke dalam ransel yang sebenarnya sudah terlihat sesak. Di dalamnya terlihat cahaya hijau dari dalam stoples yang selalu ia bawa. Di dalam stoples tersebut terdapat kepala tengkorak yang bisa bicara pada Lucy. Locwood hanya diam untuk mengamati. Dia penasaran apakah si tengkorak dan Lucy masih membicarakan dirinya belakangan ini.

“Jika kau tidak keberatan, aku harus pergi ke kantor Rotwell sekarang,” kata Lucy setelah menyampirkan ransel di pundak. Dia tersenyum. “Senang bisa melihatmu lagi.”

Lockwood menatap tanpa ekspresi. “Lockwood and Co. masih menerimamu jika kau mau kembali, Luce.”

“Terima kasih. Tapi kurasa lebih baik begini.”

Senyuman terakhir diberikan Lucy sebelum dia menjauh dan menghilang di balik punggung Lockwood. Dia sebenarnya  ingin sekali mencegah agen terbaiknya pergi. Dia ingin membuat Lucy berada untuk memecahkan kasus di agensinya bersama-sama. Dia butuh bakat Lucy untuk menjalankan agensinya. Atau yang tidak pernah ia sadari, Locwood ingin Lucy tetap berada di dekatnya.

..

A/n : hi long time no see! Comeback dengan satu-satunya fanfik Lockwood and co yang pernah kutulis. Sebenarnya ini ditulis saat lagi seneng-senengnya maraton novel Lockwood sampai habis. Iya, mungkin fic ini terlalu OOC dan terkesan menye, tapi seenggaknya bisa mengobati kegemesanku buat LockLyle. Gak ada yang diubah dari pertama nulis, jadi feel free buat koreksi kalau ada yang salah, ya..

Writers’ Secrets Second Event: Letter from You

Writers' Secrets

Halo!

Dengan semakin berkembangnya Writers’ Secrets, kami merasa perlu menerima feedback dari pembaca sekalian. Karena bersosialisasi adalah hubungan dua arah, bukan? Kami pun tak akan lengkap tanpa masukan kalian. Kamu punya ide untuk event WS selanjutnya? Atau punya banyak uneg-uneg yang ingin diutarakan? Atau punya banyak pertanyaan seputar WS yang masih mengganjal? Event ini bersentris ke kalian yang menjawab ‘yes‘ untuk banyak pertanyaan di atas.

View original post 150 more words